Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Tarif listrik di Indonesia menjadi bahasan kampanye atau debat capres pada malam tadi. Cawapres Nomor Urut 02 Sandiaga Uno mengkritik pemerintah karena menaikkan tarif listrik. Dia mendengar keluhan Ibu Mia yang kini tagihan listriknya membengkak dari Rp 400.000 menjadi Rp 1 juta per bulan.
Bukan hanya saat saat momen debat Capres 2019 saja pasangan calon Capres dan Cawapres Prabowo-Sandiaga mengungkapkan soal tarif listrik yang naik. Di berbagai kesempatan Prabowo-Sandiaga juga berjanji jika nanti terpilih pada 17 April 2019 akan menurunkan tarif listrik.
Benarkah tarif listrik naik? Menteri ESDM Ignasius Jonan langsung merespon dengan cepat komentar Sandiaga Uno dalam debat Capres tadi malam. Dalam akun Instagram nya @ignasius.jonan menyatakan bahwa tidak ada kenaikan tarif listrik bila dibandingkan sejak awal 2015 ini.
"Mungkin maksudnya (Sandiaga) karena konsumsinya naik atau golongan pelanggan mampu yang hapus subsidinya. Kan uang dari penghapusan subsidi untuk pembangunan jaringan listrik untuk yang belum dapat layanan listrik," kata Jonan, Sabtu malam (13/4).
Seperti diketahui, pada 2015, subsidi listrik paling besar dinikmati oleh pelanggan rumah tangga 450 VA dan 900 VA yang mencapai Rp 49,32 Triliun (87%). Namun dari jumlah itu ada rumah tangga yang tidak layak mendapat subsidi, maka pada 2017 lalu dipilah rumah tangga yang berhak mendapatkan subsidi listrik.
Menurut Data Terpadu Penanganan Program Fakir Miskin, dari total 23 juta pelanggan rumah tangga daya 900 VA, hanya 4.058.186 rumah tangga yang layak diberikan subsidi.
Data rumah tangga miskin dan tidak mampu ini berasal dari Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin yang ditetapkan oleh Kementerian Sosial dan dikelola oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
Ternyata tarif turun
Terkait soal kenaikan tarif listrik, ternyata data dari PLN malah sebaliknya. Bahwa tarif listrik dari 2015-2018 tidak ada kenaikan bahkan cenderung turun. Data dari PLN menyebutkan bahwa tarif listrik pada Juli 2015 sebesar Rp 1.548 per kWh dan pada 31 Desember 2018 tarif turun 5% menjadi Rp 1.467 per kWh untuk tegangan rendah.
Sementara untuk tegangan menengah tarif listrik pada Juli 2015 sebesar Rp 1.219 per kWh dan pada 31 Desember 2018 tarif turun 9% menjadi Rp 1.115 per kWh, lalu untuk tegangan tinggi tarif listrik pada Juli 2015 sebesar Rp 1.087 per kWh dan pada 31 Desember 2018 tarif turun 8% menjadi Rp 997 per kWh.
Bahkan, terhitung mulai 1 Maret 2019, PLN memangkas tarif listrik bagi pelanggan R-I 900 VA Rumah Tangga Mampu (RTM). Menyebut sebagai diskon, pelanggan golongan R-1 900 VA RTM hanya membayar tarif listrik Rp 1.300 per kilowatt hour (kWh) dari tarif normal Rp 1.352 per kWh.
Penurunan tarif ini bakal berlaku bagi 21 juta pelanggan listrik R-1 900 VA RTM. PLN beralasan, penurunan tarif bisa dilakukan karena perusahaan setrum milik negara ini berhasil melakukan efisiensi.
Antara lain: efisiensi penurunan susut jaringan, perbaikan specified fuel consumption (SFC), dan peningkatan capacity factor (CF) pembangkit.
Alasan lain, adalah harga minyak acuan yakni Indonesia Crude Price (ICP) selama tiga bulan terakhir turun dari US$ 62,98 per barel menjadi US$ 56,55 per barel. Selain itu.
"Pelemahan dollar Amerika Serikat (AS), penurunan ICP yang bisa berlangsung dalam 3 bulan-4 bulan, bahkan bisa sampai satu semester juga berperan menurunkan harga setrum," tandas Vice President Public Relation PLN, Dwi Suryo Abdullah kepada Kontan.co.id, Jumat (15/2).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News